Kamis
13 Maret 2008 lalu, Politeknik Pertanian Universitas Andalas di
Tanjungpati, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, memperingati
Dies Natalis ke 19. Bagi anak manusia, usia segitu mungkin masih
dianggap muda belia. Namun bagi sebuah lembaga pendidikan tinggi, 19
tahun bukanlah masa yang singkat dalam mengemban Tridharma Perguruan
Tinggi. Tapi mengapa, Politeknik Pertanian Unand masih menjadi ”tamu”
di rumah sendiri? Itulah pertanyaan yang sampai sekarang, masih
gampang-gampang sulit untuk menjawabnya. Walau secara kuantitatif,
Politeknik Pertanian Unand sebagaimana pengakuan Direktur-nya Benny
Warman, telah banyak menghasilkan lulusan yang menyebar pada berbagai
posisi dan sektor pekerjaan. Namun di atas fakta, alumni lembaga
pencetak Diploma III bidang pertanian ini, ternyata kebanyakan bukan
berasal dari Sumbar.
Begitupula mahasiswa
yang sedang menimba ilmu, mayoritas bukanlah bujang-gadih Ranah Minang.
Toh buktinya, dari 156 jumlah mahasiswa Politeknik Pertanian Unand pada
tahun akademik 2005/2006, ternyata cuma 20 orang yang berasal dari
Sumbar. Untung saja pada tahun tahun 2006/2007, jumlah ini meningkat
tajam, dari 192 total mahasiswa, 92 tercatat asal Sumbar. Tapi sayang,
pada tahun 2007/2008, jumlah mahasiswa asal Sumbar akhirnya kembali
minim. Dari 224 jumlah mahasiswa, cuma 64 orang saja yang tercatat anak
Rang Minang.
Sisanya, berasal dari berbagai
daerah di Indonesia, terutama Sumut. Memang tidak ada keharusan, sebuah
lembaga pendidikan tinggi, meski diramaikan oleh mahasiswa asal daerah
ataupun provinsi di mana lembaga itu berdiri. Karena bagaimanapun,
perguruan tinggi profesional tidak pernah mengenal istilah primodial.
Meski begitu, kondisi ini tetap saja mencegangkan sekaligus
memprihatinkan. Warga Sumbar yang daerahnya penuh dengan lahan
pertanian, ternyata justru tidak begitu ”ambil pusing” dengan lembaga
pendidikan pertanian. Begitu pula pemerintah daerah, juga terlihat
belum ”total” menggugah semangat masyarakat, untuk menyantrikan
putra-putrinya di dunia pendidikan pertanian. Akibatnya, lihatlah!
Betapa banyak anak muda yang malas bahkan malu sebagai petani. Betapa
banyak kampung-kampung di Limapuluh Kota dan Paya-kumbuh serta daerah
lain di Sumbar yang tidak punya petani muda, petani masa depan.
Sehingga terlantarlah berhektar-hektar areal pertanian.
Padahal,
lembaga pendidikan pertanian seperti Politeknik Pertanian Unand di
Tanjungpati, tidak kalah kwalitas ataupun mutu. Faktanya, dari 2.372
total mahasiswa selama 19 tahun lembaga itu berdiri, sebanyak 626
tercatat lulus sangat memuaskan, 1.714 memuaskan, dan 32 orang yang
lulus dengan pujian. Bukan cuma itu saja, jika isu konvensional alumni
sebuah perguran tinggi masih berkutat pada upaya mengejar posisi
sebagai perkerja. Politeknik Pertanian Unand, sebagaimana disatir dari
Beni Warman, telah menyiapkan pula pendikan yang mengarah pada hard
skill dan soft skill. Bahkan, sekarang dicanangkan pula program
”Politani Peduli Mutu”. Hanya saja, pertanyaan tetap seperti semula,
mengapa Politeknik masih jadi tamu di rumah sendiri? Warga Sumbar,
khususnya Payakumbuh dan Limapuluh Kota-lah yang mungkin harus lebih
”peduli”. Sumber Padeks
No comments:
Post a Comment